Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Banyak yang bertanya Muhammadiyah itu apa konsep pergerakannya? Nah ini ada jawabannya..silahkan klik disini.

Dalil dan Referensi Nikah Dari Al Qur’an dan Hadist


“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)
“Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat 49)
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat) dengan seorang perempuan, karena pihak ketiga adalah syaithan” (Al Hadits)
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)
“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti telah ditolong oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bertaqwa pada separuh yang lain” (Al Hadits)
“Jadilah istri yang terbaik. Sebaik-baiknya istri, apabila dipandang suaminya menyenangkan, bila diperintah ia taat, bila suami tidak ada, ia jaga harta suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al Hadits)
“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang” (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
“Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)
“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad)
“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)
“Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
http://www.al-azzam.com/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Itemid=30

Salam AidilAdha


Malam ini,kumandang takbir tak membahana...nihil dari suara riuh rendah suara takbir yang terpekikkan dari surau-surau maupun masjid. Inilah hari pertamaku beridul Adha di Kalsel. Ada perasaan miris dan juga gelisah. Mungkin aku salah satu diantara ribuan orang yang jauh dari keluarga. perasaan ini muncul alami.Penyebabnya sederhana,yakni karena tidak seperti di rumah yang selalu gegap gempita menyambut Aidil Adha,disini yang terjadi adalah sebaliknya.Yang ada sepi dan sangat sepi.Tidak terdengar sedikitpun suara kalimah takbir dari corong-corong menara nan megah masjid di kota kami. Akhirnya akupun terpaksa menghibur diri dengan mendengarkan takbir lewat laptop. Streaming ke radio-radio di Jogja yang hasilnya ternyata juga sepi dari lantunan takbir. Akibatnya bertambah kangen aku akan rumah, di masjid Al Islam Ndusongo mbok arep nganti sakbajeke takbiran tekan esuk mesti ono wae koncone. Sorene cah-cah Pemuda Muhammadiyah pasti takbir keliling.
Untuk mengusir sepi, kusetel volume laptopku setinggi mungkin dan kudownload sepuasnya takbiran.Alhasil kini bisa kupastikan setiap inchi kantorku ini pasti bisa merasakan nada-nada alunan merdu yang mengagungkan kebesaran Allah SWT. Barusan bapak SMS, bapak di Palangkaraya tidak kundur, "Assalam.WW. mas amron semoga puasanya diterima oleh Allah SWT. BApak buka dengan sarden dan telur, mas rencana buka pake apa?" Tidak lama ada sms dari adik di Jogja,"Mas hari raya kali ini biasa,soale ra ono sing bali.Omah sepi nyenyet." Kadang kalau sudah jauh begini,muncul pikiran,memang di dunia ini tidak ada yang abadi.Semuanya pasti akan berpisah,alias tercerai berai.Dan sering kali saya mencoba menyadarkan diri ini yang tidak sadar-sadar, bahwa dunia itu hanyalah semu atau fana.Tubuh yang kita bangga-banggakan itu tidak akan dibawa seterusnya.Otak dan harta pun demikian juga.Lalu kenapa kadang kita harus serong sana serong sini demi sesuap nasi? Itulah yang kadang aku juga tidak habis pikir,bisa-bisanya manusia berperilaku seakan makhluk yang abadi. Sudahlah..mari kita takbir dulu saja...Allahu Akbar...Allahu Akbar..Laailaha illallah huwaAllahu Akbar Allahu Akbar walillahilhamdu....
Selanjutnya, sunnah apa yang harus diperhatikan menjelang sholat ied?
--Perbedaan mencolok yakni masalah tempat sholat. Sebelumnya kita harus `lego dan lilo` ya kalau RAsulullah adalah panutan kita. Menurut beberapa hadis sohih Rasul itu kalau sholat ied bertempat di LAPANGAN TERBUKA bukan masjid.Berikut ulasannya ya...dari blog sebelah.

SHALAT 'IED : Adab mengerjakan shalat 'led dan sunnah-sunnahnya

1. Mandi dahulu
Bersabda Nabi SAW “hai kaum Muslimin, hari(Jum'ah) ini adalah satu hari yang Allah Ta’ ala jadikan hari raya. Karena itu hendaklah kamu mandi". [HR. Malik]
Keterangan :
Menurut hadits tersebut, hari Jum'ah dipandang sebagai hari raya dan kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi pada hari raya adalah lebih utama.
2. Berpakaian dengan pakaian yang baik, bila ada
Diriwayatkan bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Syafi'i dalam Nailul Authar]
3. Makan sebefum berangkat
Telah berkata Buraidah, "Biasanya Rasulullah SAW tidak pergi Shatat Hari Raya 'ledul Fithri melainkan sesudah makan. Dan pada Hari Raya 'Iedul Adha beliau tidak makan kecuali sesudah kembali dari shalat". [HR. Daruquthni, Ibnu Majah dan Tirmidzi dalam Nailul Authar]
4. Mengambil dua jalan
Telah berkata Abu Hurairah, "Biasanya Nabi SAW apabila keluar untuk Shalat Hari Raya, beliau kembali dengan mengambil jalan lain dari yang telah dilalui waktu pergi". [HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi dalam Nailul Authar]
5. Waktu dan tempat takbir hari raya
Telah berkata Az-Zuhriy, "Bahwasanya Nabi SAW keluar untuk shalat Hari Raya 'ledul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar, mursal dalam Nailul Authar]
Telah berkata Ibnu Umar, "Bahwasanya Nabi SAW bertakbir dan bertahlil_ dengan suara keras ketika keluar pergi shalat hari Raya 'ledul Fithri hingga tiba di tempat shalat". [HR. Baihaqi dan Hakim, Dlaif, mauquf dalam Nailul Authar]
Nabi SA W bersabda, "Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kamu dengan takbir". [HR. Thabrani, Gharib, dalam Nailul Authar]
Waktu dan tempat bertakbir hari raya menurut hadits yang shahih
Telah berkata Ummu 'Athiyah, "Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan haidl dan anak-anak perempuan yang masih gadis, pada Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalat". [HSR. Muslim]
Dari bagi Imam Bukhari, Ummu 'Athiyah berkata, "Kita diperintahkan supaya membawa keluar wanita-wanita haidl lalu bertakbir bersama-sama dengan orang banyak". [Dalam Nailul Authar]
Dari hadits shahih di atas dapat kita fahami bahwa takbir Hari Raya itu dilaksanakan pada waktu tiba di tempat shalat sampai berdirinya shalat
6. Waktu shalat hari raya
Telah berkata Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'ledul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan daiam Nailul Authar] Keterangan:
Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya 'leduf Adha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya 'ledul Fithri.
7. Shalat sebelum khutbah
Telah berkata Ibnu Umar, "Biasanya Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum khutbah". [HR. Bukhari]
Maksudnya : Rasulullah SAW dan shahabat-shahabatnya mengerjakan shalat 'ledul Fithri dan 'ledul Adha sebelum khutbah.
8. Shalat hari raya tanpa adzan dan iqamah
Telah berkata Jabir bin Samurah, "Saya shalat Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [HSR. Muslim]
Maksud dari riwayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri dan Hari Raya 'ledul Adha tanpa adzan dan iqamah. 9. Hari raya pada hari Jum'ah
Nabi SAW bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum'ah". [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah] 10. Shaiat dan khutbah di tanah lapang
Diriwayatkan dan' Abu Hurairah bahwasanya pada suatu hari Raya mereka telah kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud]
Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, menurut derajatnya hadits ini Layyin (lemah).
Menurut kebiasaan memang Nabi SAW mengerjakan shalat dan khutbah hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika disertai dengan perintah.
Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi SAW mengerjakan yang demikian itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul pada hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.
Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya di masjid itu tidak terlarang, apalagi jika turun hujan atau Iain-lain halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah biasa shalat di tanah lapang itu diambil dari perkataan Mushalla yang artinya sebagai berikut:
"Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur". [Fiqhus Sunnah]
"Mushalla itu tempatnya sejauh 1.000 hasta dari masjid Madinah" [Fiqhus Sunnah]
Jadi jelaslah bahwa Rasulullah SAW jika shalat Hari Raya itu di tanah lapang. 11. Takbir dalam shalat pada dua hari raya
Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca AI-Fatihah.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW maupun perbuatan para shahabat. Diriwayatkan oleh Abu Dawud : Dari 'Abdullah bin 'Amr bin AI-'Ash, ia berkata : Nabi Allah SAW bersabda, "Takbir pada (shalat) "ledul Fithri adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir (kedua) dan ada bacaan sesudah kedua-duanya itu". [HR. Abu Dawud]
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bertakbir dalam shalat hari raya 'ledul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daruquthni, juz 2, hal. 48] Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :
Dari Nafi', maula Abdullah bin Umar, bahwa dia berkata, "Aku pernah menyaksikan 'Iedul Adha dan 'Iedul Fithri bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca". [HR. Malik]
Dari 'Atha', ia berkata, "Adalah Ibnu 'Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama dan 5 di rekaat yang kedua". [HR. Baihaqi]
12. Bacaan takbir hari raya
Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas'ud adalah :
(Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu).
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan Allah-lah segala pujian. [Dalam Nailul AutharjuzS hal. 358, Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 275]
13. Ucapan pada hari raya
Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kamu"
Jubair bin Nufair meriwayatkan : Para shahabat Rasulullah SA Wjika bertemu satu dengan yang lain pada Hari Raya saling mengucapkan : (Taqobbalalloohu minnaa wa minkum). "Semoga Allah menenma amalan kami dan amalan kamu". [HR. Jubair bin Nufair]

Sudah hujan deres.saya harus pulang besok sholat ied.Salam.

regards,
Amron Damar Eljati

mas tauhid

saya sangat takjub menyadari bahwa saya belum bisa seperti dia.subhanallah luar biasa sekali dia berkomitmen.bagaimana tidak dengan segala kesibukan yang dimilikinya dengan berbesar hati dia minta pamit mau ijin iktikaf menjelang 10 hari terakhir ramadhan.dengan segera dia memilih meninggalkan hingar bingarnya dunia fana ini, sedangkan aku,saya masih berkutat dengan yang fana ini.haah...capek.
untuk semuda usiaku dia sangat zuhud dalam bersikap.subhanallah..saya iri pingin bisa seperti dia.
dia adalah mas tauhid Alhadi, teman saya yang lama tidak berkomunikasi dan belum genap satu tahun kami bisa bertemu lagi, dan saya langsung takjub dengan kepribadian dia.teman-teman bisa lihat di blog rol saya dengan alamat administrationpage.
subhanallah...:-)